PESAN
NON VERBAL SEBAGAI
CARA KOMUNIKASI SISWA AUTIS
DI SLB LOB
ABCDE CIBIRU BANDUNG
Reza
Rizkina Taufik
Program Studi
IlmuKomunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas BSI,
Bandung, Indonesia
E-mail : Rezarizkinat@yahoo.com
Abstract:
Children with special needs such as autisme students often belittled and
regarded as incapable to behave independently, to socialize and have problems
in communicating. But with non verbal communication can help them to reveal
what they want to tell. The focus of this research is will, ability, and obstruction students
of SLB
LOB ABCDE Cibiru Bandung. This is a
qualitative study using kinesic theories. Data was collected through interviews
with educators in SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung and parents, as well as observation on students. We can conclude that autism
gesture and touch more dominant used as communicate them.
Keywords:
Communication, Non verbal, Autisme
Abstrak:
Anak
berkebutuhan khusus seperti autis sering di pandang sebelah mata karena di
anggap tidak bisa bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik. Akan tetapi
dengan komunikasi non verbal dapat membantu mereka untuk mengungkapkan apa yang
ingin mereka sampaikan. Fokus penelitian ini yaitu memahami komunikasi non
verbal siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung sebagai cara berkomunikasi
mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan
menggunakan teori Kinesik. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik wawancara dengan pendidik di SLB LOB ABCDE Cibiru
Bandung dan orangtua siswa, kemudian melakukan observasi participant. Dari hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan
bahwa gerakan dan sentuhan siswa autis lebih dominan digunakan sebagai cara
berkomunikasi mereka.
Kata Kunci: Komunikasi, Non
Verbal, Autis.
PENDAHULUAN
Pada
dasarnya komunikasi adalah bagian yang terpenting dalam hidup manusia, bahkan
separuh komunikasi yang kita lakukan menggunakan komunikasi non verbal untuk
menyampaikan isi pesan. Komunikasi non verbal merupakan komunikasi tanpa kata
atau bahasa atau yang dikenal dengan istilah bahasa diam (Silent Language),
fungsinya untuk melengkapi bahkan menggantikan komunikasi verbal, baik itu
melalui ekspresi wajah, gerakan tangan dan sebagainya.
Komunikasi
non verbal juga lebih dominan digunakan oleh anak autis dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya. Autis merupakan suatu penyakit yang dapat
menyebabkan seseorang yang menderitanya mengalami gangguan pada perkembangan
kerja otaknya secara normal dalam kemampuan sosialitasnya dan juga kemampuannya
dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Sebagian anak autis lainnya
menggunakan bahasa tubuh orang lain sebagai petunjuk tambahan untuk membantu
mereka belajar dan memahami kata.
Anak
autis tidak bisa berkomunikasi secara normal seperti anak-anak normal pada
lainnya disebabkan oleh Autisme
Spectrum Disorder (ASD). Gangguan spektrum autisme yang
merupakan gangguan dalam perkembangan dalam pertumbuhan manusia yang secara
umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak tersebut. ASD yang dialami
oleh anak autis berpengaruh pada cara mereka berkomunikasi, berinteraksi sosial,
daya imajinasi, dan sikap yang merupakan suatu kumpulan sindrom yang mengganggu
saraf. Adanya gangguan syaraf tersebut dapat mempengaruhi cara mereka dalam
berperilaku dan berinteraksi, anak autis berperilaku tidak sewajarnya (aneh) tidak
seperti anak normal lainnya.
Kesulitan
dalam berkomunikasi inilah yang membuat anak autis cenderung menggunakan
komunikasi non verbal untuk menyampaikan pesan kepasa lawan bicaranya. Namun
terkadang komunikasi non verbal anak autis agak kurang dipahami oleh sebagian
orang, sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman terhadap apa yang ingin
disampaikan oleh anak tersebut.
Anak
autis yang satu dengan anak autis yang lainnya juga memiliki sikap yang
berbeda-beda. Setiap anak autis memiliki keunikan tersendiri. Perilaku non
verbal yang biasanya sering diperlihatkan oleh anak autis diantaranya bertepuk
tangan, mengepak-ngepak tangan, menyembunyikan tangan, menggoyang-goyangkan
benda yang ada di sekitarnya, memukul kepala, menjambak rambut dan lain
sebagainya. Anak autis mempunyai kemampuan yang menonjol di bidang visual
sehinga mereka bisa dilatih untuk fokus terhadap sesuatu dalam bentuk visual.
Permasalahan
yang sering muncul adalah ungkapan bahwa anak autis tidak bisa memahami apa
yang dibicarakan ketika diajak berbicara. Anak autis juga tidak memiliki
potensi dibandingkan anak normal pada umumnya dan perilaku aneh mereka yang memang
ada secara alamiah juga membuat orang-orang menganggap anak autis sebelah mata
dan bahkan tidak jarang juga yang mencibir mereka. Padahal jika kita dapat
memahami kebiasaan-kebiasaan mereka dan mempunyai trik bagaimana mengajak anak
autis untuk berkomunikasi tentu saja dapat menyanggah pernyataan mengenai anak
autis sebelumnya.
Sebagai sarana pendidikan bagi anak
autis diadakannya sekolah luar biasa atau disingkat menjadi SLB. SLB tentunya
merupakan wadah bagi mereka karena memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran
serta keterampilan bagi mereka agar bisa hidup di lingkungan masyarakat. Artinya
dengan adanya sekolah luar biasa mereka diberikan kesempatan juga untuk
mengenyam dunia pendidikan. Sekolah juga membantu orangtua dirumah dalam
mendidik mereka melatih fokus dan bias menjadi seseorang yang mandiri meski
mereka memiliki keterbatasan. Pendidik sangat berpegaruh besar terhadap
perkembangan siswa autis di sekolah, sedangkan orangtua dan keluarga adalah
pendidik dalam lingkungan rumah.
Melihat kasus diatas, peneliti menilai
bahwa anak autis juga layak diperlakukan sama seperti anak lainnya. Artinya,
anak autis pun memiliki potensi yang bahkan bisa saja lebih disbanding anak
normal, dan dengan penuh kesabaran mereka pun juga bisa diajak untuk
berkomunikasi. Komunikasi non verbal yang anak autis gunakan itu juga adalah
cara yang lebih efektif untuk mereka berkomunikasi sehingga mereka bisa
menyampaikan pesan juga bisa memahami pesan yang disampaikan oleh orang lain.
I. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi
secara ringkas merupakan proses penyampaian isi pesan atau informasi dari
pengirim pesan ke penerima pesan. Ruang lingkup komunikasi begitu beragam dari
segi bentuk, sifat, teknik, tujuan, sistem, bidang dan lain sebagainya. Fokus
penelitian ini mengenai komunikasi non verbal sebagai cara penyampaian dan
pemahaman pesan siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung. Siswa autis lebih
dominan menggunakan komunikasi non verbal sebagai sifat komunikasinya, karena
komunikasi siswa autis akan lebih efektif
menggunakan komunikasi non verbal.
Pada
umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti
oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak–gerik
badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala,
mengangkat bahu.Cara seperti ini disebut komunikasi non verbal.
Komunikasi
Verbal
Komunikasi
verbal adalah bentuk yang paling umum digunakan dalam kegiatan berkomunikasi
sehari–hari. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang mengunakan kata–kata
atau simbol–simbol, baik dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara
tulisan. Melalui kata–kata tersebut, seseorang dapat menyampaikan atau
menyatakan ide yang lengkap. Selain itu, melalui kata–kata pula seseorang juga
dapat menyatakan perasaan serta pikiran kepada orang lain.
Komunikasi
verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi lisan
merupakan suatu proses di mana seseorang pembicara (komunikator) berinteraksi
secara lisan dengan pendengar (komunikan) untuk mempengaruhi perilaku
komunikan. Bisa terjadi secara tatap muka atau melalui media seperti telepon,
radio, dan lain–lain. Sedangkan komunikasi tulisan adalah suatu proses
komunikasi yang menggunakan bantuan media perantara dalam penyampaian pesan
nya, misalnya kertas, buku, gambar, memo, dan lain–lain.
Komunikasi
verbal pada siswa autis memang terbatas, namun mereka harus selalu dilatih
untuk berkomunikasi secara verbal juga karena dalam berinteraksi dengan yang lainnya
tidak semua bisa memahami komunikasi yang menggunakan non verbal. Seperti yang
dijelaskan diatas komunikasi verbal itu juga meliputi lisan dan tulisan, pada
penelitian ini siswa autis selalu dilatih berkomunikasi secara lisan seperti
berinteraksi dengan yang lain meski tidak dengan banyak kalimat, hal ini
berguna untuk melatih berbicara mereka, juga sebagai perangsang mereka agar
bisa melatih perasaan mereka seperti rasa simpati dan lainnya.
Komunikasi
Non Verbal
Komunikasi non verbal
adalah pertukaran atau penyampaian pesan dengan tidak menggunakan kata–kata.
Komunikasi nya menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, kontak mata, ekspresi
wajah, kedekatan jarak dan sentuhan. Dengan adanya komunikasi non verbal ini,
siswa autis dapat mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah dan nada
atau suara. Ada beberapa gerakan tubuh siswa autis yang dapat dibuat sebagai
signal dalam komunikasi non verbal mereka. Diantaranya signal komunikasi non
verbal dalah yang berhubungan dengan suara manusia atau vokalik, gerakan badan
seperti kepala, mata, tangan, kaki, sentuhan, sikap badan, penggunaan ruang
atau jarak dan penggunaan waktu (Liliweri, 1997:71-80).
Knaab dan Tubs
(Liliweri, 1994:107) mengungkapkan bahwa perspektif komunikasi non verbal
merupakan suatu bagian dari komunikasi yang menyeluruh, tidak dapat dipisahkan,
sejauh mana perilaku non verbal member dukungan bagi perilku verbal, yang
berfungsi sebagai berikut: pertama,
pengulangan (Repeating) merupakan
komunikasi nin verbal yang sangat sederhana, malah lebih sederhana daripada
komunikasi verbal. Kedua, yaitu kontradiksi
(Contradicting) dimana perilaku non
verbal bisa berbeda dengan perilaku verbal. Ketiga, Subtitusi (substituting)
dimana perilaku non verbal dapat mengganti perilaku verbal.
Keempat,
pelengkap
(complementing), yaitu perilaku non
verbal melengkapi pesan verbal. Kelima,
membrikan tekanan (accenting), merupakan
hal yang menekankan pada apa yang telah diucapkan. Selanjutnya keenam, relating atau regulating,
meningkatkan hubungan yang sudah ada kemudian berusaha agar tetap
mempertahankannya melalui keteraturan-keteraturan yang bersifat permanen.
Seperti yang
dijelaskan pada bahasan komunikasi verbal sebelumnya, siswa autis bisa
berkomunikasi secara verbal namun terbatas bahkan ada yang sama sekali tidak
bisa menggunakan komunikasi verbal nya. Maka dari itu untuk menunjang mereka
dalam berkomunikasi yaitu dengan menggunakan komunikasi secara non verbal,
dapat digunakan dengan cara: 1.kontak mata (kesan sebagai orang yang terbuka,
ramah, peduli dan dapat dipercaya), 2.ekspresi wajah (ekspresi gembira, sedih
dan marah), 3.gerak tubuh (body language),
4.postur da posisi tubuh, 5. Kedekatan (proximity),
dan 6. Vocal (nada
suara(tinggi/rendah), ritme dan penekanan).
2. Autis
Seorang pakar kesehatan, Neil
K. Kaneshiro, MD., MHA., menyebutkan bahwa "Autisme adalah sebuah kondisi
fisik yang berhubungan dengan kelainan secara biologis dan kinerja otak
seseorang." Penderita autis juga bisa disebabkan dari kombinasi gen dalam keluarga menyebabkan subtipe autisme.
Vahan kimia atau obat-obatan yang masuk dalam tubuh ibu selama kehamilan
berperan dalam gejala autism. Dalam beberapa kasus autism berkaitan dengan
tingkat phenylketonuria gangguan
metabolism yang disebabkan tidak adanya hormone tertentu), virus rubella dan penyakit celiac (tidak mampu menoleransi gluten
dalam tepung).
Meskipun
sebenarnya penyakit autisme belum diketahui secara pasti apa penyebabnya, namun
peneliti menilai autisme disebabkan oleh ketidaknormalan bagian otak yang
menginterpretasi bahasa, ketidakseimbangan kimiawi otak mempengaruhi terjadinya
gejala autisme juga mempengaruhi daya konsentrasi. Penelitian terbaru
menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak termasuk
ketidakseimbangan biokimia, factor genetic dan gangguan kekebalan
Mendeteksi
gejala autisme juga dapat dilakukan oleh orngtua sejak anak berusia tiga tahun,
namun memang ada juga beberapa anak yang telah menunjukkan gejala-gejala autism
nya semenjak lahir, dan ada juga yang tumbuh dengan normal saat lahir namun
gejalanya mulai terlihat saat usianya 18-36 bulan. Autisme tidak memandang
suku, etnis atau kondisi sosial lainnya seperti gaya pendapatan, gaya hidup
atau tingkat pendidikan orangtua.
Ada banyak
sekali gejala-gejala penderita autism, diantaranya sulit bergabung dengan anak
yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata
atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap
nyeri, jarang memainkan permainan khalayak, lebih senang menyendiri, menarik
diri dari pergaulan dan tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, terpaku
pada benda tertentu yang terkadang tidak bisa diamati oleh anak normal
seusianya, mudah bosan, secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang
aktif, tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal, tidak
takut akan bahaya, tidak memberikan respon terhadap kata-kata seolah tuli,
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih
senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk, temperamental yang tinggi
namun juga ada yang tidak bisa mengungkapkan emosinya, dan masih banyak lagi.
Tipe-tipe
autism diantaraya: Gangguan Autistik, gejala
ini sering diartikan orang saat mendengar kata autisme. Pederitanya memiliki
masalah interaksi social, berkomunikasi, dan permainan imajinasi pada anak
dibawah usia tiga tahun. Sindroma
Asperger, anak yang menderita sindrom Asperger memiliki problem bahasa.
Penderita sindroma ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih
tinggi. Namun seperti halnya gangguan autistik, penderita kesulitan
berinteraksi dan berkomunikasi. Gangguan
perkembangan menurun (PDD), gejala ini disebut juga non tipikal autism.
Penderita memiliki gejala-gejala autism, namun berbeda dengan jenis autistik
lainnya.
Sindroma Rett, sindroma ini terjadi
hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh normal, pada usia satu hingga
empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi dengan pengulangan gerakan
tangan. Gangguan Disentegrasi Anak, pada gejala autisme ini anak tumbuh
normal hingga tahun kedua. Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua
kemmpuan komunikasi dan keterampilan sosialnya. Seorang anak penderita autisme
memiliki tingkat kesensitifitasan yang melebihi dari manusia normal, khususnya
indra penglihatannya, pendengaran, sentuhan, penciuman, ataupun rasa. Hal ini
ditunjukkan ketika mereka merasa terganggu dengan suara berisik maka ia akan
menutup kedua telinganya erat-erat. Mereka lebih menyenangi suatu hal yang
itu-itu saja, penderita autism akan lebih focus pada suatu hal saja misalkan ia
suka akan musik dan senang melakukan gerakan yang sama berulang kali,
menunjukkan sesuatu ketertarikan yang berlebihan pada suatu objek tertentu.
3. SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
Sekolah Luar Biasa
(SLB) yang berdiri tahun 1978 dan berstatus swasta ini didirikan oleh yayasan
Ortopeda Bandung yang memiliki kepedulian begitu tinggi terhadap Pendidikan
Luar Biasa dipermerupakan singkatan dari Sekolah Luar Biasa Lembaga Ortopeda
Bandung. Sekolah ini terdapat SMALB.
Sehingga nama lengkap sekolah ini adalah SLB LOB ABCDE Bandung yang beralamat
di Jl. Manglayang 1 No.7 Cibiru, Bandung. Saat ini SLB LOB ABCDE Bandung
memiliki 8 orang pendidik atau guru (termasuk kepala sekolah), 2 orang Pegawai
Negeri yaitu Ibu Nok Fathonnah selaku Kepala Sekolah dan Ibu Yeti selaku Wakil
Kepala Sekolah, dan keenam guru lainnya adalah guru honorer.
Sumber dana sekolah
ini dari Dinas Sosial dan Pemda, tidak dipungut biaya SPP untuk siswa. Guru
atau tenaga pendidik dibayar dengan sukarela sehingga memang pendidik yang
mengajar di SLB ini mereka yang memiliki keikhlasan, sangat peduli terhadap
anak–anak berkebutuhan khusus dan ingin membaktikan ilmu yang didapat sewaktu
kuliah. Saat ini siswa terdaftar di SLB ini ada 44 orang dan siswa aktif ada 33
orang. SLB ini memiliki prestasi dalam mengikuti lomba futsal tingkat nasional,
lomba menari dan lomba bocu tingkat nasional.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif adalah suatu metode penelitian
yang bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya dengan mengumpulkan
data sedalam–dalamnya. Metode penelitian yang dilakukan secara intensif,
partisipasi peneliti dalam waktu yang cukup lama dan mendalam. Penelitian ini
juga di iringi dengan menggunakan metode studi kasus. Studi Kasus merupakan
metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang
bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komperehensif
berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa
secara sistematis.
Teori Kinesik
Ray Birdwhistell
Ray Birdwhistell mengungkapkan bahwa
semua kejadian alam mempunyai arti dan makna tertentu. Sama seperti aspek-aspek
perilaku manusia yang lain yang telah terpola, maka penampilan tubuh, gerakan
tubuh dan anggota tubuh, pernyataan wajah juga merupakan suatu pola yang
mempunyai regularitas sehingga dapat dijadikan sebagai objek penelitian yang
dapat ditelaah secara sistematis.
Setiap
orang tahu bagaimana cara mengirimkan dan menerima berbagai pesan dalam
komunikasi antarpribadi. Manusia memilih banyak cara dan saluran untuk
menyampaikan dan menerima pesan dalam hubungan antarpribadi. Manusia telah
memakai banyak saluran pengalih pesan antara lain melalui sensoris-sensoris
tubuh, yang dalam banyak hal sangat dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan
manusia. Menurut dia, komunikasi non verbal merupakan suatu saluran secara
tetap, yang pasti menusia selalu menggunakan lebih dari satu saluran untuk
komunikasi antarpribadi.
Kesimpulan
yang diajukan Ray bahwa ada hubungan yang signifikan dan fungsional antara
gerakan tubuh dengan berbagai bunyi ucapan dalam bahasa verbal. Akibatnya
pemahaman terhadap struktur kinesik menjadi sangat luas dan mendalam, sama
seperti kita memahami struktur kalimat dan paragraph dalam tata bahasa verbal. Orisinalitas
studi tentang gerak gerik tubuh menunjukkan indikasi bahwa struktur kinesi
manusia selalu parallel dengan struktur bahasa yang digunakan. Semua gekan
kinesik, yaitu gerakan tubuh dan anggota tubuh dalam konteks non verbl
merupakan representasi dari kata-kata dalam struktur bahasa verbal.
Dari
konsep utama dalam teori kinesik yaitu bahwa semua gerakan dapat mengandung
makna memang sesuai dengan pembahasan
pada penelitian ini. Siswa autis mengalami kesulitan dalam bersosialisasi atau
berinteraksi dengan orang lain juga kesulitan dalam menggunakan komunikasi
verbalnya. Mereka lebih senring dan senang menyampaikan segala sesuatu yang ada
dalam pikirannya melalui gerakan anggota tubuhnya, misalnya sering menggunakan
telunjuk tangannya untuk menunjuk sesuatu yang ingin dia ambil atau sukai tanpa
berbicara. Siswa autis yang pasif memang sulit mengungkapkan ekspresi dan
emosinya namun dapat terlihat dari mata nya.
Kinesik
dapat digunakan dalam tiga tingkatan, antara lain: 1)Prekinesik, merupakan
studi psikologis dari aktifitas gerakan tubuh sebagai bagian dari kenyataan
sosialnya, ini merupakan tanda pendahuluan untuk menganalisis perilaku
komunikasi. 2)Mikrokinesik, merupakan studi tentang analisis unit-unit
perilaku. 3)Kinesik Sosial, merupakan studi perilaku dalam konteks dan bangunan
kinesi dalam kenyataan komunikasi
Sehingga
kaitan nya teori kinesik dengan penelitian ini dikarenakan siswa autis lebih
dominan menggunakan komunikasi non verbal daripada komunikasi verbal nya untuk
menyampaikan dan menerima pesan. Namun komunikasi non verbal yang mereka
gunakan terdapat makna yang merupakan pengganti dari komunikasi verbal nya,
Observasi
Dalam penelitian ini peneliti
melakukan observasi partisipan yang
artinya peneliti juga berfungsi sebagai partisipan, ikut serta dalam kegiatan
yang dilakukan dalam kegiatan yang dilakukan objek yang diamati. Peneliti
benar–benar terjun langsung tidak hanya mengamati namun juga ikut beraktivitas
bahkan sampai mengajar siswa di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung sehingga peneliti
begitu memahami betul apa yang terjadi, memahami pola–pola dan interaksinya.
Peneliti melakukan pengamatan
terhadap perilaku siswa autis. Bahkan disini peneliti melakukan pengamatan
tidak hanya menjadi pendidik saja, namun peneliti juga selalu bermain bersama
mereka di sekolah, sehingga peneliti benar-benar mengamati bagaimana komunikasi
yang dilakukan oleh siswa autis.
Wawancara
Wawancara merupakan metode
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari
sumbernya. Wawancara ini merupakan wawancara tatap muka antara responden. Di
sini peneliti adalah instrument utama penelitian. Peneliti memberi kebebasan
kepada informan dalam memberikan jawaban. Maka dari itu disini peneliti harus
pandai-pandai menggali informasi dari informan agar bersedia memberikan
jawaban-jawaban dengan lengkap, dan sebisa mungkin tidak ada yang
disembunyikan. Caranya dengan mengusahakan wawancara berlangsung informal
seperti sedang mengobrol.
Dalam penelitian ini peneliti
melakukan wawancara dengan guru-guru, orangtua siswa, siswa autis SLB LOB ABCDE
itu sendiri. Sebenarnya yang menjadi fokus wawancara adalah siswa autis, namun
karena kondisi siswa tunagrahita yang memiliki keterbatasan sehingga peneliti
melakukan wawancara juga terhadap guru-guru yang memang mengetahui perkembangan
siswanya setiap hari, agar data-data yang diperoleh memang sesuai dengan tujuan
penelitian ini. Dalam wawancara juga mengunakan alat bentu seperti kamera dan
alat tulis sebagai dokumentasi. Sebagai uji kredibilitas data peneliti
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi waktu.
PEMBAHASAN
1. Dimensi
komunikasi non verbal siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
Gerakan
tubuh mendapat posisi lebih tinggi sebagai cara yang paling sering digunakan
siswa autis dalam berkomunikasi. Terutama untuk siswa autis jenis aktif, mereka
selalu lincah dalam menggerakkan tubuhnya bahkan tidak bisa diam namun gerakan
tubuh itulah sebenarnya mengandung makna mengenai dirinya. Misalnya, ada
seorang siswa autis yang hyper aktif tidak pernah merasa lelah dan cenderung
melakukan gerakan-gerakan yang berulang-ulang dan makna dari gerakan yang terus
di ulang-ulang itu bisa diartikan bahwa ia ingin bermain dan tidak ingin di
acuhkan. Sebenarnya jika kita perhatikan tidak bisa diam nya mera atau bahkan
sangat diam nya mereka, itu justru suatu ungkapan dari siswa autis bahwwa
dirinya ingin diperhatikan dan ingin mendapatkan perhatian yang lebih.
Perilaku
aneh yang siswa autis munculkan memang merupakan ciri khas dari mereka karena tidak
adanya keseimbangan otak pada diri mereka. Gerakan tubuh merupakan dimensi
komunikasi non verbal pada siswa autis karena memang menjadi hal yang tidak
bisa dipsahkan lagi antara siswa autis dan perilaku non verbal.
Penelitian
ini menggunakan teori kinesik karena perilaku komunikasi siswa autis sama
dengan apa yang dikemukakan oleh Ray L.Birdwhistell bahwa setiap anggota tubuh seperti
wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki,dan bahkan
tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Karena kita
hidup, senantiasa badan kita bergerak. Komunikasi non verbal pada siswa autis
SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung lebih dominan pada gerakan tubuh dan sentuhan
(haptika).
Gambar 4.1 kerangka konseptual perilaku
komunikasi
siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
Dari kerangka konseptual diatas
menjelaskan bahwa siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung menggunakan
komunikasi non verbal sebagai penunjang penyampaian dan penerimaan pesan komunikasi
nya. Sebagian dari siswa autis memang bisa juga menggunakan komunikasi verbal
nya, namun meskipun mereka dapat menggunakan komunikasi verbalnya, terkadang
juga kita kurang bisa untuk memahami apa yang disampaikannya, sehingga
komunikasi non verbal ini menjadi penunjang dan mempermudah memahami pesan
komunikasi nya meski terkadang mereka menggunakan komunikasi non verbal yang
aneh-aneh. Komunikasi non verbal yang digunakan lebih dominan menggunakan
gerakan tubuh dan haptika (sentuhan). Ekspresi wajah, kontak mata dan isyarat
tangan juga digunakan tetapi tidak terlalu diperlihatkan kerana mereka
cenderung tidak bisa berekspresi dan menghindari kontak mata dengan orang lain
atau lawan bicaranya.
2. Makna
komunikasi non verbal siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
Komunikasi
non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi
diluar kata-kata terucap dan tertulis. Berbagai macam perilaku komunikasi non
verbal yang diperlihatkan oleh ketujuh anak tersebut telah memiliki makna
tersendiri.
Pemaknaan
perilaku dari kelima anak tersebut dapat diketahui dari melihat perilaku yang
mereka timbulkan melalui gerakan dari setiap anggota tubuhnya melalui ekspresi
wajah, kontak mata, gerakan tubuh, isyarat tangan dan sentuhan yang lebih
dikenal dengan kinesik. Setiap perilaku yang diperlihatkan memiliki arti
sendiri, berikut pemaparannya:
a. Adrian
Adrian
merupakan siswa autis yang masih belum bicara hanya bisa mengatakan satu dua
kata, tergolong kedalam autis ganda dan hyperaktif. Pemaknaan pada perilaku
komunikasi non verbal pada Adrian, sebagai berikut:
Perilaku
komunikasi non verbal tersenyum (menandakan
dia sedang merasa kenyang, dan senang karena merasa nyaman dikelas), meraung-raung (menandakan dia sedang merasa
sakit pada badannya, merasa lapar, merasa bosan, merasa marah karena diacuhkan
oleh orang lain), mengeluarkan air mata (menandakan
dia ingin keluar kelas, ingin sesuatu, ingin buang air kecil dan buang air
besar, merasa kesal), ketawa-ketawa
(menandakan dia sedang merasa senang, merasa kenyang, merasa asik dengan
permainannya, merasa diperhatikan), mencubit,
memukul dan menjambak rambut orang lain (menandakan dia ingin bermain,
ingin diperhatikan, ingin diajak bicara, merasa kesal dan merasa senang dengan
lawan bicaranya), mengambil barang yang
ada disekitarnya kemudian membuangnya (menandakan dia sedang merasa kesal,
merasa senang, sedang ingin bermain, ingin diperhatikan), mendorong-dorong lemari (menandakan dia ingin sesuati, ingin
bermain, merasa lapar), menjatuhkan
badan nya ke lantai (menandakan dia sedang merasa senang dengan
permainannya, ingin mengulang lagi permaianannya, merasa nyaman dengan lawan
bicara atau bermainnya), selalu menungging (menandakan dia ingin
bermain, dia ingin berkenalan, merasa diperhatikan).
b. Tia
Tia
merupakan siswa autis yang bisa bicara namun sangat terbatas dan senang
mengulang kata-kata yang ia sudah ucapkan. Pemaknaan pada perilaku komunikasi
non verbal pada Tia, sebagai berikut:
Perilaku
komunikasi non verbal tersenyum (menandakan
dia nyaman, merasa senang, merasa kenyang), menangis (menandakan dia merasa lapar, merasa bosan, merasa kesal,
dan ada yang dirasa sakit), teriak-teriak
(menandakan dia marah, merasa ada yang sakit, merasa lapar, merasa bosan), diam (menandakan ingin buang air kecil
dan buang air besar, merasa kenyang), sering
menguap (menandakan dia sering merasa ngantuk), memukul dan menjambak rambut orang lain (menandakan dia ingin
mengajak bermain, merasa senang, ingin diajak bicara), menatap mata (menandakan
c. Zahra
Zahra
merupakan siswa autis yang hyperaktif, ia bisa berbicara dan bisa dengan cepat
menghapal kata-kata, Zahra adalah siswa autis yang tergolong pintar namun memang sulit untuk berinteraksi
dengan orang lain. Pemaknaan pada
perilaku komunikasi non verbal pada Zahra, sebagai berikut:
Perilaku
komunikasi non verbal tersenyum
(menandakan dia sedang merasa senang), menendang
dan memuukul (menandakan dia sednag merasa suka terhadap seseorang namun
memang tidak tahu harus seperti apa mengungkapkannya), menangis histeris (menndakan dia sedang merasa sedih), menggunakan tangan orang lain (menandakan
dia sedang ingin sesuatu), tertawa
terbahak-bahak (menandakan dia sedang asik dengan permainannya), lari kesana kesini (menandakan dia
sedang ingin mencari perhatian), menguap
(menandakan dia sedang bosan dan mengantuk), mendorong orang lain (menandakan dia sedang merasa cemburu).
d. Naufal
Naufal
merupakan siswa autis yang cenderung
pasif, ia mengalami kesulitan dalam berbicara dan sulit belajar. Pemaknaan pada perilaku komunikasi non verbal pada
Naufal, sebagai berikut:
Perilaku
komunikasi non verbal tersenyum (menandakan
dia ingin diperhatikan), mengamuk (menandakan
dia sedang merasa tidak nyaman, merasa takut, merasa tidak ingin bermain), melempar-lempar barang (menandakan dia
sedang asik dengan permainannya), diam (menandakan
dia sedang ingin buang air kecil dan buang air besar), menangis (menandakan dia sedang tidak mau diganggu).
e. Rofi
Rofi
merupakan siswa autis yang sangat pasif, ia juga tidak bisa bicara.
Pemaknaan pada perilaku komunikasi non
verbal pada Rofi, sebagai berikut:
Perilaku komunikasi non verbal tersenyum (menandakan dia ingin
bermain), lari-lari (menandakan dia
sedang merasa lapar), mendorong-dorong
orang lain (menandakan dia sedang tidak ingin diganggu), melempar batu (menandakan dia ingin
bermain dan diperhatikan), menjilat
tangan (menandakan dia merasa suka terhadap sesuatu atau orang lain).
Dari
kelima siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung, penliti menilai bahwa ada
keberagaman karakter siswa autis yang satu dengan siswa autis yang lainnya. Hal
ini dapat terlihat dengan jelas dari perilaku komunikasi mereka dan pemaknaan
komunikasi nya yang berbeda-beda. Artinya, tidak semua perilaku komunikasi yang
sama pada siswa autis memiliki makna yang sama pula dengan siswa autis yang
lainnya. Sehingga jenis atau tipe-tipe pada siswa autis ini juga berbeda-beda
ada yang termasuk autis aktif, autis pasif, autis hyperaktif dan autis ganda.
Sehingga peneliti mengkaitkan
penelitian ini dengan teori kinesik Ray
L.Birdwhistell karena atas asumsi dasar yang mengungkapkan bahwa setiap gerakan
dari tubuh kita bisa mengandung makna.
Simpulan
dan Saran
Simpulan
Berdasarkan
penelitian mengenai non verbal sebagai cara komunikasi siswa autis SLB LOB
ABCDE Cibiru Bandung, peneliti menyimpulkan bahwa:
Siswa autis yang mengalami
gangguan dalam komunikasi verbal dan interaksi dengan orang lain ternyata dapat
memperlihatkan komunikasi non verbal nya sebagai cara berkomunikasi mereka
dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Perilaku komunikasi non verbal siswa
autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung lebih dominan menggunakan gerakan tubuh
dan sentuhan. Komunikasi non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah
dan isyarat tangan juga mereka gunakan
tetapi tidak terlalu sering.
Makna
komunikasi non verbal siswa autis yang satu dengan yang lainnya sangatlah
beragam. Misalnya, tidak semua perilaku komunikasi non verbal siswa autis
seperti menendang mempunyai arti siswa itu sedang menyukai lawan jenisnya, bisa
saja makna menendang dari siswa autis yang lainnya adalah sebagai bentuk
ungkapan bahwa dia sedang merasa lapar.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian yang ditemukan, maka terdapat saran yang ingin disampaikan
oleh peneliti, yaitu:
Mengenai
tipe siswa autis yang beragam misalnya ada yang aktif, pasif, hyperaktif dan
autis ganda, akan mengakibatkan perilaku komunikasi non verbal yang berbeda
pula makna nya. Oleh karena itu, untuk para pendidik di SLB lebih ditingkatkan
lagi pemahaman mengenai perilaku komunikasi mereka karena dengan beragam tipe
itu, pendidik pun harus mempunyai cara yang berbeda untuk menghadapi mereka.
Hal ini penting agar tidak terjadinya kesalahpahaman pemaknaan perilaku komunikasi
non verbal dari siswa autis.
Siswa
difabel khususnya autis tidak seharusnya dijauhi atau mendapat diskriminasi
karena keterbatasannya. tapi beri mereka kesempatan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi meskipun melalui komunikasi non verbal. Semoga
dengan adanya penelitian ini dapat mengubah pandangan masyarakat mengenai kaum
difabel yang sering di pandang tidak bisa melakukan apa-apa dan mengalami
hambatan dalam komunikasi menjadi peka atau lebih sadar lagi terhadap kehadiran
mereka. Karena apda dasarnya semua manusia yang di ciptakan baik manusia normal
maupun yang memiliki keterbatasan juga memiliki hak yang sama.
REFERENSI
[1]
Borg, James. 2009. Buku Pintar Membaca
Bahasa Tubuh. Jogjakarta: DIVA Press.
[2]
Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi.
Jakarta: Kencana.
[3] Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: Rosdakarya.
[4] Liliweri, Alo.
1997. Komunikasi Antarpribadi.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
[5] Liliweri,
Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal.
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
[6] Navarro,
Joe & Marvins Karlins. 2012. Cara
Mudah Membaca Bahasa Tubuh. Jogjakarta: IMPERIUM.
[7]
Prasetyono, D.S. 2008. Serba Serbi Anak Autis. Jogjakarta: DIVA
Press.
[8] Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
[9] Setiawan, Toni & David. 2008. Bahasa Tubuh Supermudah. Jogjakarta:
Imege Press.
[10]
Soelaeman, M. Munandar. 1993. Ilmu Sosial
Dasar; Teori dan Konsep Dasar Ilmu Sosial. Bandung: Eresco.
Sumber
internet:
http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/component/content/article/77. diakses pada tanggal
19 Maret 2015 WIB
http://atom-studios.