Selasa, 14 April 2015

Jurnal komunikasi non verbal siswa autis



PESAN  NON  VERBAL  SEBAGAI  CARA  KOMUNIKASI SISWA  AUTIS   DI  SLB  LOB  ABCDE  CIBIRU BANDUNG

Reza Rizkina Taufik
Program Studi IlmuKomunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas BSI, Bandung, Indonesia
E-mail : Rezarizkinat@yahoo.com


Abstract: Children with special needs such as autisme students often belittled and regarded as incapable to behave independently, to socialize and have problems in communicating. But with non verbal communication can help them to reveal what they want to tell. The focus of this research is will, ability, and obstruction students of SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung. This is a qualitative study using kinesic theories. Data was collected through interviews with educators in SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung and parents, as well as observation on students. We can conclude that autism gesture and touch more dominant used as communicate them.

Keywords: Communication, Non verbal, Autisme

Abstrak: Anak berkebutuhan khusus seperti autis sering di pandang sebelah mata karena di anggap tidak bisa bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik. Akan tetapi dengan komunikasi non verbal dapat membantu mereka untuk mengungkapkan apa yang ingin mereka sampaikan. Fokus penelitian ini yaitu memahami komunikasi non verbal siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung sebagai cara berkomunikasi mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan teori Kinesik. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dengan pendidik di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung dan orangtua siswa, kemudian melakukan observasi participant. Dari hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa gerakan dan sentuhan siswa autis lebih dominan digunakan sebagai cara berkomunikasi mereka.

Kata Kunci: Komunikasi, Non Verbal, Autis.




PENDAHULUAN
Pada dasarnya komunikasi adalah bagian yang terpenting dalam hidup manusia, bahkan separuh komunikasi yang kita lakukan menggunakan komunikasi non verbal untuk menyampaikan isi pesan. Komunikasi non verbal merupakan komunikasi tanpa kata atau bahasa atau yang dikenal dengan istilah bahasa diam (Silent Language), fungsinya untuk melengkapi bahkan menggantikan komunikasi verbal, baik itu melalui ekspresi wajah, gerakan tangan dan sebagainya.
Komunikasi non verbal juga lebih dominan digunakan oleh anak autis dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Autis merupakan suatu penyakit yang dapat menyebabkan seseorang yang menderitanya mengalami gangguan pada perkembangan kerja otaknya secara normal dalam kemampuan sosialitasnya dan juga kemampuannya dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Sebagian anak autis lainnya menggunakan bahasa tubuh orang lain sebagai petunjuk tambahan untuk membantu mereka belajar dan memahami kata.
Anak autis tidak bisa berkomunikasi secara normal seperti anak-anak normal pada lainnya disebabkan oleh Autisme Spectrum Disorder (ASD). Gangguan spektrum autisme yang merupakan gangguan dalam perkembangan dalam pertumbuhan manusia yang secara umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak tersebut. ASD yang dialami oleh anak autis berpengaruh pada cara mereka berkomunikasi, berinteraksi sosial, daya imajinasi, dan sikap yang merupakan suatu kumpulan sindrom yang mengganggu saraf. Adanya gangguan syaraf tersebut dapat mempengaruhi cara mereka dalam berperilaku dan berinteraksi, anak autis berperilaku tidak sewajarnya (aneh) tidak seperti anak normal lainnya.
Kesulitan dalam berkomunikasi inilah yang membuat anak autis cenderung menggunakan komunikasi non verbal untuk menyampaikan pesan kepasa lawan bicaranya. Namun terkadang komunikasi non verbal anak autis agak kurang dipahami oleh sebagian orang, sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman terhadap apa yang ingin disampaikan oleh anak tersebut.
Anak autis yang satu dengan anak autis yang lainnya juga memiliki sikap yang berbeda-beda. Setiap anak autis memiliki keunikan tersendiri. Perilaku non verbal yang biasanya sering diperlihatkan oleh anak autis diantaranya bertepuk tangan, mengepak-ngepak tangan, menyembunyikan tangan, menggoyang-goyangkan benda yang ada di sekitarnya, memukul kepala, menjambak rambut dan lain sebagainya. Anak autis mempunyai kemampuan yang menonjol di bidang visual sehinga mereka bisa dilatih untuk fokus terhadap sesuatu dalam bentuk visual.
Permasalahan yang sering muncul adalah ungkapan bahwa anak autis tidak bisa memahami apa yang dibicarakan ketika diajak berbicara. Anak autis juga tidak memiliki potensi dibandingkan anak normal pada umumnya dan perilaku aneh mereka yang memang ada secara alamiah juga membuat orang-orang menganggap anak autis sebelah mata dan bahkan tidak jarang juga yang mencibir mereka. Padahal jika kita dapat memahami kebiasaan-kebiasaan mereka dan mempunyai trik bagaimana mengajak anak autis untuk berkomunikasi tentu saja dapat menyanggah pernyataan mengenai anak autis sebelumnya.
            Sebagai sarana pendidikan bagi anak autis diadakannya sekolah luar biasa atau disingkat menjadi SLB. SLB tentunya merupakan wadah bagi mereka karena memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran serta keterampilan bagi mereka agar bisa hidup di lingkungan masyarakat. Artinya dengan adanya sekolah luar biasa mereka diberikan kesempatan juga untuk mengenyam dunia pendidikan. Sekolah juga membantu orangtua dirumah dalam mendidik mereka melatih fokus dan bias menjadi seseorang yang mandiri meski mereka memiliki keterbatasan. Pendidik sangat berpegaruh besar terhadap perkembangan siswa autis di sekolah, sedangkan orangtua dan keluarga adalah pendidik dalam lingkungan rumah.
            Melihat kasus diatas, peneliti menilai bahwa anak autis juga layak diperlakukan sama seperti anak lainnya. Artinya, anak autis pun memiliki potensi yang bahkan bisa saja lebih disbanding anak normal, dan dengan penuh kesabaran mereka pun juga bisa diajak untuk berkomunikasi. Komunikasi non verbal yang anak autis gunakan itu juga adalah cara yang lebih efektif untuk mereka berkomunikasi sehingga mereka bisa menyampaikan pesan juga bisa memahami pesan yang disampaikan oleh orang lain.
I.       Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi secara ringkas merupakan proses penyampaian isi pesan atau informasi dari pengirim pesan ke penerima pesan. Ruang lingkup komunikasi begitu beragam dari segi bentuk, sifat, teknik, tujuan, sistem, bidang dan lain sebagainya. Fokus penelitian ini mengenai komunikasi non verbal sebagai cara penyampaian dan pemahaman pesan siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung. Siswa autis lebih dominan menggunakan komunikasi non verbal sebagai sifat komunikasinya, karena komunikasi siswa autis akan lebih efektif  menggunakan komunikasi non verbal.
Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak–gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu.Cara seperti ini disebut komunikasi non verbal.
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk yang paling umum digunakan dalam kegiatan berkomunikasi sehari–hari. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang mengunakan kata–kata atau simbol–simbol, baik dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tulisan. Melalui kata–kata tersebut, seseorang dapat menyampaikan atau menyatakan ide yang lengkap. Selain itu, melalui kata–kata pula seseorang juga dapat menyatakan perasaan serta pikiran kepada orang lain.
Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi lisan merupakan suatu proses di mana seseorang pembicara (komunikator) berinteraksi secara lisan dengan pendengar (komunikan) untuk mempengaruhi perilaku komunikan. Bisa terjadi secara tatap muka atau melalui media seperti telepon, radio, dan lain–lain. Sedangkan komunikasi tulisan adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan bantuan media perantara dalam penyampaian pesan nya, misalnya kertas, buku, gambar, memo, dan lain–lain.
Komunikasi verbal pada siswa autis memang terbatas, namun mereka harus selalu dilatih untuk berkomunikasi secara verbal juga karena dalam berinteraksi dengan yang lainnya tidak semua bisa memahami komunikasi yang menggunakan non verbal. Seperti yang dijelaskan diatas komunikasi verbal itu juga meliputi lisan dan tulisan, pada penelitian ini siswa autis selalu dilatih berkomunikasi secara lisan seperti berinteraksi dengan yang lain meski tidak dengan banyak kalimat, hal ini berguna untuk melatih berbicara mereka, juga sebagai perangsang mereka agar bisa melatih perasaan mereka seperti rasa simpati dan lainnya.
Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah pertukaran atau penyampaian pesan dengan tidak menggunakan kata–kata. Komunikasi nya menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, kedekatan jarak dan sentuhan. Dengan adanya komunikasi non verbal ini, siswa autis dapat mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah dan nada atau suara. Ada beberapa gerakan tubuh siswa autis yang dapat dibuat sebagai signal dalam komunikasi non verbal mereka. Diantaranya signal komunikasi non verbal dalah yang berhubungan dengan suara manusia atau vokalik, gerakan badan seperti kepala, mata, tangan, kaki, sentuhan, sikap badan, penggunaan ruang atau jarak dan penggunaan waktu (Liliweri, 1997:71-80).
Knaab dan Tubs (Liliweri, 1994:107) mengungkapkan bahwa perspektif komunikasi non verbal merupakan suatu bagian dari komunikasi yang menyeluruh, tidak dapat dipisahkan, sejauh mana perilaku non verbal member dukungan bagi perilku verbal, yang berfungsi sebagai berikut: pertama, pengulangan (Repeating) merupakan komunikasi nin verbal yang sangat sederhana, malah lebih sederhana daripada komunikasi verbal. Kedua, yaitu kontradiksi (Contradicting) dimana perilaku non verbal bisa berbeda dengan perilaku verbal. Ketiga, Subtitusi (substituting) dimana perilaku non verbal dapat mengganti perilaku verbal.
Keempat, pelengkap (complementing), yaitu perilaku non verbal melengkapi pesan verbal. Kelima, membrikan tekanan (accenting), merupakan hal yang menekankan pada apa yang telah diucapkan. Selanjutnya keenam, relating atau regulating, meningkatkan hubungan yang sudah ada kemudian berusaha agar tetap mempertahankannya melalui keteraturan-keteraturan yang bersifat permanen.
Seperti yang dijelaskan pada bahasan komunikasi verbal sebelumnya, siswa autis bisa berkomunikasi secara verbal namun terbatas bahkan ada yang sama sekali tidak bisa menggunakan komunikasi verbal nya. Maka dari itu untuk menunjang mereka dalam berkomunikasi yaitu dengan menggunakan komunikasi secara non verbal, dapat digunakan dengan cara: 1.kontak mata (kesan sebagai orang yang terbuka, ramah, peduli dan dapat dipercaya), 2.ekspresi wajah (ekspresi gembira, sedih dan marah), 3.gerak tubuh (body language), 4.postur da posisi tubuh, 5. Kedekatan (proximity), dan 6. Vocal (nada suara(tinggi/rendah), ritme dan penekanan).
2.      Autis
            Seorang pakar kesehatan, Neil K. Kaneshiro, MD., MHA., menyebutkan bahwa "Autisme adalah sebuah kondisi fisik yang berhubungan dengan kelainan secara biologis dan kinerja otak seseorang." Penderita autis juga bisa disebabkan dari kombinasi gen dalam keluarga menyebabkan subtipe autisme. Vahan kimia atau obat-obatan yang masuk dalam tubuh ibu selama kehamilan berperan dalam gejala autism. Dalam beberapa kasus autism berkaitan dengan tingkat phenylketonuria gangguan metabolism yang disebabkan tidak adanya hormone tertentu), virus rubella dan penyakit celiac (tidak mampu menoleransi gluten dalam tepung).
            Meskipun sebenarnya penyakit autisme belum diketahui secara pasti apa penyebabnya, namun peneliti menilai autisme disebabkan oleh ketidaknormalan bagian otak yang menginterpretasi bahasa, ketidakseimbangan kimiawi otak mempengaruhi terjadinya gejala autisme juga mempengaruhi daya konsentrasi. Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak termasuk ketidakseimbangan biokimia, factor genetic dan gangguan kekebalan
            Mendeteksi gejala autisme juga dapat dilakukan oleh orngtua sejak anak berusia tiga tahun, namun memang ada juga beberapa anak yang telah menunjukkan gejala-gejala autism nya semenjak lahir, dan ada juga yang tumbuh dengan normal saat lahir namun gejalanya mulai terlihat saat usianya 18-36 bulan. Autisme tidak memandang suku, etnis atau kondisi sosial lainnya seperti gaya pendapatan, gaya hidup atau tingkat pendidikan orangtua.
            Ada banyak sekali gejala-gejala penderita autism, diantaranya sulit bergabung dengan anak yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, jarang memainkan permainan khalayak, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan dan tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, terpaku pada benda tertentu yang terkadang tidak bisa diamati oleh anak normal seusianya, mudah bosan, secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif, tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal, tidak takut akan bahaya, tidak memberikan respon terhadap kata-kata seolah tuli, mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk, temperamental yang tinggi namun juga ada yang tidak bisa mengungkapkan emosinya, dan masih banyak lagi.
            Tipe-tipe autism diantaraya: Gangguan Autistik, gejala ini sering diartikan orang saat mendengar kata autisme. Pederitanya memiliki masalah interaksi social, berkomunikasi, dan permainan imajinasi pada anak dibawah usia tiga tahun. Sindroma Asperger, anak yang menderita sindrom Asperger memiliki problem bahasa. Penderita sindroma ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan autistik, penderita kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi. Gangguan perkembangan menurun (PDD), gejala ini disebut juga non tipikal autism. Penderita memiliki gejala-gejala autism, namun berbeda dengan jenis autistik lainnya.
            Sindroma Rett, sindroma ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh normal, pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi dengan pengulangan gerakan tangan. Gangguan Disentegrasi Anak, pada gejala autisme ini anak tumbuh normal hingga tahun kedua. Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemmpuan komunikasi dan keterampilan sosialnya.            Seorang anak penderita autisme memiliki tingkat kesensitifitasan yang melebihi dari manusia normal, khususnya indra penglihatannya, pendengaran, sentuhan, penciuman, ataupun rasa. Hal ini ditunjukkan ketika mereka merasa terganggu dengan suara berisik maka ia akan menutup kedua telinganya erat-erat. Mereka lebih menyenangi suatu hal yang itu-itu saja, penderita autism akan lebih focus pada suatu hal saja misalkan ia suka akan musik dan senang melakukan gerakan yang sama berulang kali, menunjukkan sesuatu ketertarikan yang berlebihan pada suatu objek tertentu.
3.      SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
Sekolah Luar Biasa (SLB) yang berdiri tahun 1978 dan berstatus swasta ini didirikan oleh yayasan Ortopeda Bandung yang memiliki kepedulian begitu tinggi terhadap Pendidikan Luar Biasa dipermerupakan singkatan dari Sekolah Luar Biasa Lembaga Ortopeda Bandung. Sekolah ini terdapat  SMALB. Sehingga nama lengkap sekolah ini adalah SLB LOB ABCDE Bandung yang beralamat di Jl. Manglayang 1 No.7 Cibiru, Bandung. Saat ini SLB LOB ABCDE Bandung memiliki 8 orang pendidik atau guru (termasuk kepala sekolah), 2 orang Pegawai Negeri yaitu Ibu Nok Fathonnah selaku Kepala Sekolah dan Ibu Yeti selaku Wakil Kepala Sekolah, dan keenam guru lainnya adalah guru honorer.
Sumber dana sekolah ini dari Dinas Sosial dan Pemda, tidak dipungut biaya SPP untuk siswa. Guru atau tenaga pendidik dibayar dengan sukarela sehingga memang pendidik yang mengajar di SLB ini mereka yang memiliki keikhlasan, sangat peduli terhadap anak–anak berkebutuhan khusus dan ingin membaktikan ilmu yang didapat sewaktu kuliah. Saat ini siswa terdaftar di SLB ini ada 44 orang dan siswa aktif ada 33 orang. SLB ini memiliki prestasi dalam mengikuti lomba futsal tingkat nasional, lomba menari dan lomba bocu tingkat nasional.
METODE  PENELITIAN
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya dengan mengumpulkan data sedalam–dalamnya. Metode penelitian yang dilakukan secara intensif, partisipasi peneliti dalam waktu yang cukup lama dan mendalam. Penelitian ini juga di iringi dengan menggunakan metode studi kasus. Studi Kasus merupakan metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komperehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis.
Teori Kinesik Ray Birdwhistell
            Ray Birdwhistell mengungkapkan bahwa semua kejadian alam mempunyai arti dan makna tertentu. Sama seperti aspek-aspek perilaku manusia yang lain yang telah terpola, maka penampilan tubuh, gerakan tubuh dan anggota tubuh, pernyataan wajah juga merupakan suatu pola yang mempunyai regularitas sehingga dapat dijadikan sebagai objek penelitian yang dapat ditelaah secara sistematis.
            Setiap orang tahu bagaimana cara mengirimkan dan menerima berbagai pesan dalam komunikasi antarpribadi. Manusia memilih banyak cara dan saluran untuk menyampaikan dan menerima pesan dalam hubungan antarpribadi. Manusia telah memakai banyak saluran pengalih pesan antara lain melalui sensoris-sensoris tubuh, yang dalam banyak hal sangat dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan manusia. Menurut dia, komunikasi non verbal merupakan suatu saluran secara tetap, yang pasti menusia selalu menggunakan lebih dari satu saluran untuk komunikasi antarpribadi.
            Kesimpulan yang diajukan Ray bahwa ada hubungan yang signifikan dan fungsional antara gerakan tubuh dengan berbagai bunyi ucapan dalam bahasa verbal. Akibatnya pemahaman terhadap struktur kinesik menjadi sangat luas dan mendalam, sama seperti kita memahami struktur kalimat dan paragraph dalam tata bahasa verbal. Orisinalitas studi tentang gerak gerik tubuh menunjukkan indikasi bahwa struktur kinesi manusia selalu parallel dengan struktur bahasa yang digunakan. Semua gekan kinesik, yaitu gerakan tubuh dan anggota tubuh dalam konteks non verbl merupakan representasi dari kata-kata dalam struktur bahasa verbal.
Dari konsep utama dalam teori kinesik yaitu bahwa semua gerakan dapat mengandung makna  memang sesuai dengan pembahasan pada penelitian ini. Siswa autis mengalami kesulitan dalam bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain juga kesulitan dalam menggunakan komunikasi verbalnya. Mereka lebih senring dan senang menyampaikan segala sesuatu yang ada dalam pikirannya melalui gerakan anggota tubuhnya, misalnya sering menggunakan telunjuk tangannya untuk menunjuk sesuatu yang ingin dia ambil atau sukai tanpa berbicara. Siswa autis yang pasif memang sulit mengungkapkan ekspresi dan emosinya namun dapat terlihat dari mata nya.
Kinesik dapat digunakan dalam tiga tingkatan, antara lain: 1)Prekinesik, merupakan studi psikologis dari aktifitas gerakan tubuh sebagai bagian dari kenyataan sosialnya, ini merupakan tanda pendahuluan untuk menganalisis perilaku komunikasi. 2)Mikrokinesik, merupakan studi tentang analisis unit-unit perilaku. 3)Kinesik Sosial, merupakan studi perilaku dalam konteks dan bangunan kinesi dalam kenyataan komunikasi
Sehingga kaitan nya teori kinesik dengan penelitian ini dikarenakan siswa autis lebih dominan menggunakan komunikasi non verbal daripada komunikasi verbal nya untuk menyampaikan dan menerima pesan. Namun komunikasi non verbal yang mereka gunakan terdapat makna yang merupakan pengganti dari komunikasi verbal nya,
Observasi
              Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi partisipan yang artinya peneliti juga berfungsi sebagai partisipan, ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan yang dilakukan objek yang diamati. Peneliti benar–benar terjun langsung tidak hanya mengamati namun juga ikut beraktivitas bahkan sampai mengajar siswa di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung sehingga peneliti begitu memahami betul apa yang terjadi, memahami pola–pola dan interaksinya.
              Peneliti melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa autis. Bahkan disini peneliti melakukan pengamatan tidak hanya menjadi pendidik saja, namun peneliti juga selalu bermain bersama mereka di sekolah, sehingga peneliti benar-benar mengamati bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh siswa autis.
Wawancara
            Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini merupakan wawancara tatap muka antara responden. Di sini peneliti adalah instrument utama penelitian. Peneliti memberi kebebasan kepada informan dalam memberikan jawaban. Maka dari itu disini peneliti harus pandai-pandai menggali informasi dari informan agar bersedia memberikan jawaban-jawaban dengan lengkap, dan sebisa mungkin tidak ada yang disembunyikan. Caranya dengan mengusahakan wawancara berlangsung informal seperti sedang mengobrol.
            Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan guru-guru, orangtua siswa, siswa autis SLB LOB ABCDE itu sendiri. Sebenarnya yang menjadi fokus wawancara adalah siswa autis, namun karena kondisi siswa tunagrahita yang memiliki keterbatasan sehingga peneliti melakukan wawancara juga terhadap guru-guru yang memang mengetahui perkembangan siswanya setiap hari, agar data-data yang diperoleh memang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dalam wawancara juga mengunakan alat bentu seperti kamera dan alat tulis sebagai dokumentasi. Sebagai uji kredibilitas data peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi waktu.
PEMBAHASAN
1.      Dimensi komunikasi non verbal siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
            Gerakan tubuh mendapat posisi lebih tinggi sebagai cara yang paling sering digunakan siswa autis dalam berkomunikasi. Terutama untuk siswa autis jenis aktif, mereka selalu lincah dalam menggerakkan tubuhnya bahkan tidak bisa diam namun gerakan tubuh itulah sebenarnya mengandung makna mengenai dirinya. Misalnya, ada seorang siswa autis yang hyper aktif tidak pernah merasa lelah dan cenderung melakukan gerakan-gerakan yang berulang-ulang dan makna dari gerakan yang terus di ulang-ulang itu bisa diartikan bahwa ia ingin bermain dan tidak ingin di acuhkan. Sebenarnya jika kita perhatikan tidak bisa diam nya mera atau bahkan sangat diam nya mereka, itu justru suatu ungkapan dari siswa autis bahwwa dirinya ingin diperhatikan dan ingin mendapatkan perhatian yang lebih.
            Perilaku aneh yang siswa autis munculkan memang merupakan ciri khas dari mereka karena tidak adanya keseimbangan otak pada diri mereka. Gerakan tubuh merupakan dimensi komunikasi non verbal pada siswa autis karena memang menjadi hal yang tidak bisa dipsahkan lagi antara siswa autis dan perilaku non verbal.
            Penelitian ini menggunakan teori kinesik karena perilaku komunikasi siswa autis sama dengan apa yang dikemukakan oleh Ray L.Birdwhistell bahwa setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki,dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Karena kita hidup, senantiasa badan kita bergerak. Komunikasi non verbal pada siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung lebih dominan pada gerakan tubuh dan sentuhan (haptika).

Gambar 4.1 kerangka konseptual perilaku komunikasi
siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung

                Dari kerangka konseptual diatas menjelaskan bahwa siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung menggunakan komunikasi non verbal sebagai penunjang penyampaian dan penerimaan pesan komunikasi nya. Sebagian dari siswa autis memang bisa juga menggunakan komunikasi verbal nya, namun meskipun mereka dapat menggunakan komunikasi verbalnya, terkadang juga kita kurang bisa untuk memahami apa yang disampaikannya, sehingga komunikasi non verbal ini menjadi penunjang dan mempermudah memahami pesan komunikasi nya meski terkadang mereka menggunakan komunikasi non verbal yang aneh-aneh. Komunikasi non verbal yang digunakan lebih dominan menggunakan gerakan tubuh dan haptika (sentuhan). Ekspresi wajah, kontak mata dan isyarat tangan juga digunakan tetapi tidak terlalu diperlihatkan kerana mereka cenderung tidak bisa berekspresi dan menghindari kontak mata dengan orang lain atau lawan bicaranya.

2.      Makna komunikasi non verbal siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung
            Komunikasi non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Berbagai macam perilaku komunikasi non verbal yang diperlihatkan oleh ketujuh anak tersebut telah memiliki makna tersendiri.
            Pemaknaan perilaku dari kelima anak tersebut dapat diketahui dari melihat perilaku yang mereka timbulkan melalui gerakan dari setiap anggota tubuhnya melalui ekspresi wajah, kontak mata, gerakan tubuh, isyarat tangan dan sentuhan yang lebih dikenal dengan kinesik. Setiap perilaku yang diperlihatkan memiliki arti sendiri, berikut pemaparannya:
a.   Adrian
            Adrian merupakan siswa autis yang masih belum bicara hanya bisa mengatakan satu dua kata, tergolong kedalam autis ganda dan hyperaktif. Pemaknaan pada perilaku komunikasi non verbal pada Adrian, sebagai berikut:
            Perilaku komunikasi non verbal tersenyum (menandakan dia sedang merasa kenyang, dan senang karena merasa nyaman dikelas), meraung-raung (menandakan dia sedang merasa sakit pada badannya, merasa lapar,  merasa bosan, merasa marah karena diacuhkan oleh orang lain), mengeluarkan air mata (menandakan dia ingin keluar kelas, ingin sesuatu, ingin buang air kecil dan buang air besar, merasa kesal), ketawa-ketawa (menandakan dia sedang merasa senang, merasa kenyang, merasa asik dengan permainannya, merasa diperhatikan), mencubit, memukul dan menjambak rambut orang lain (menandakan dia ingin bermain, ingin diperhatikan, ingin diajak bicara, merasa kesal dan merasa senang dengan lawan bicaranya), mengambil barang yang ada disekitarnya kemudian membuangnya (menandakan dia sedang merasa kesal, merasa senang, sedang ingin bermain, ingin diperhatikan), mendorong-dorong lemari (menandakan dia ingin sesuati, ingin bermain, merasa lapar), menjatuhkan badan nya ke lantai (menandakan dia sedang merasa senang dengan permainannya, ingin mengulang lagi permaianannya, merasa nyaman dengan lawan bicara atau bermainnya),  selalu menungging (menandakan dia ingin bermain, dia ingin berkenalan, merasa diperhatikan).
b.   Tia
            Tia merupakan siswa autis yang bisa bicara namun sangat terbatas dan senang mengulang kata-kata yang ia sudah ucapkan. Pemaknaan pada perilaku komunikasi non verbal pada Tia, sebagai berikut:
            Perilaku komunikasi non verbal tersenyum (menandakan dia nyaman, merasa senang, merasa kenyang), menangis (menandakan dia merasa lapar, merasa bosan, merasa kesal, dan ada yang dirasa sakit), teriak-teriak (menandakan dia marah, merasa ada yang sakit, merasa lapar, merasa bosan), diam (menandakan ingin buang air kecil dan buang air besar, merasa kenyang), sering menguap (menandakan dia sering merasa ngantuk), memukul dan menjambak rambut orang lain (menandakan dia ingin mengajak bermain, merasa senang, ingin diajak bicara), menatap mata (menandakan
c.    Zahra
            Zahra merupakan siswa autis yang hyperaktif, ia bisa berbicara dan bisa dengan cepat menghapal kata-kata, Zahra adalah siswa autis yang tergolong  pintar namun memang sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Pemaknaan  pada perilaku komunikasi non verbal pada Zahra, sebagai berikut:
            Perilaku komunikasi non verbal tersenyum (menandakan dia sedang merasa senang), menendang dan memuukul (menandakan dia sednag merasa suka terhadap seseorang namun memang tidak tahu harus seperti apa mengungkapkannya), menangis histeris (menndakan dia sedang merasa sedih), menggunakan tangan orang lain (menandakan dia sedang ingin sesuatu), tertawa terbahak-bahak (menandakan dia sedang asik dengan permainannya), lari kesana kesini (menandakan dia sedang ingin mencari perhatian), menguap (menandakan dia sedang bosan dan mengantuk), mendorong orang lain (menandakan dia sedang merasa cemburu).
d.      Naufal
            Naufal merupakan siswa autis yang  cenderung pasif, ia mengalami kesulitan dalam berbicara dan sulit belajar. Pemaknaan  pada perilaku komunikasi non verbal pada Naufal, sebagai berikut:
            Perilaku komunikasi non verbal tersenyum (menandakan dia ingin diperhatikan), mengamuk (menandakan dia sedang merasa tidak nyaman, merasa takut, merasa tidak ingin bermain), melempar-lempar barang (menandakan dia sedang asik dengan permainannya), diam (menandakan dia sedang ingin buang air kecil dan buang air besar), menangis (menandakan dia sedang tidak mau diganggu).
e.       Rofi
            Rofi merupakan siswa autis yang sangat pasif, ia juga tidak bisa bicara. Pemaknaan  pada perilaku komunikasi non verbal pada Rofi, sebagai berikut:
Perilaku komunikasi non verbal tersenyum (menandakan dia ingin bermain), lari-lari (menandakan dia sedang merasa lapar), mendorong-dorong orang lain (menandakan dia sedang tidak ingin diganggu), melempar batu (menandakan dia ingin bermain dan diperhatikan), menjilat tangan (menandakan dia merasa suka terhadap sesuatu atau orang lain).
            Dari kelima siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung, penliti menilai bahwa ada keberagaman karakter siswa autis yang satu dengan siswa autis yang lainnya. Hal ini dapat terlihat dengan jelas dari perilaku komunikasi mereka dan pemaknaan komunikasi nya yang berbeda-beda. Artinya, tidak semua perilaku komunikasi yang sama pada siswa autis memiliki makna yang sama pula dengan siswa autis yang lainnya. Sehingga jenis atau tipe-tipe pada siswa autis ini juga berbeda-beda ada yang termasuk autis aktif, autis pasif, autis hyperaktif dan autis ganda. Sehingga peneliti  mengkaitkan penelitian  ini dengan teori kinesik Ray L.Birdwhistell karena atas asumsi dasar yang mengungkapkan bahwa setiap gerakan dari tubuh kita bisa mengandung makna.
Simpulan dan Saran
Simpulan
            Berdasarkan penelitian mengenai non verbal sebagai cara komunikasi siswa autis SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung, peneliti menyimpulkan bahwa:
Siswa autis yang mengalami gangguan dalam komunikasi verbal dan  interaksi dengan orang lain ternyata dapat memperlihatkan komunikasi non verbal nya sebagai cara berkomunikasi mereka dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Perilaku komunikasi non verbal siswa autis di SLB LOB ABCDE Cibiru Bandung lebih dominan menggunakan gerakan tubuh dan sentuhan. Komunikasi non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah dan  isyarat tangan juga mereka gunakan tetapi tidak terlalu sering.
            Makna komunikasi non verbal siswa autis yang satu dengan yang lainnya sangatlah beragam. Misalnya, tidak semua perilaku komunikasi non verbal siswa autis seperti menendang mempunyai arti siswa itu sedang menyukai lawan jenisnya, bisa saja makna menendang dari siswa autis yang lainnya adalah sebagai bentuk ungkapan bahwa dia sedang merasa lapar.
Saran
            Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan, maka terdapat saran yang ingin disampaikan oleh peneliti, yaitu:
            Mengenai tipe siswa autis yang beragam misalnya ada yang aktif, pasif, hyperaktif dan autis ganda, akan mengakibatkan perilaku komunikasi non verbal yang berbeda pula makna nya. Oleh karena itu, untuk para pendidik di SLB lebih ditingkatkan lagi pemahaman mengenai perilaku komunikasi mereka karena dengan beragam tipe itu, pendidik pun harus mempunyai cara yang berbeda untuk menghadapi mereka. Hal ini penting agar tidak terjadinya kesalahpahaman pemaknaan perilaku komunikasi non verbal dari siswa autis.
            Siswa difabel khususnya autis tidak seharusnya dijauhi atau mendapat diskriminasi karena keterbatasannya. tapi beri mereka kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi meskipun melalui komunikasi non verbal. Semoga dengan adanya penelitian ini dapat mengubah pandangan masyarakat mengenai kaum difabel yang sering di pandang tidak bisa melakukan apa-apa dan mengalami hambatan dalam komunikasi menjadi peka atau lebih sadar lagi terhadap kehadiran mereka. Karena apda dasarnya semua manusia yang di ciptakan baik manusia normal maupun yang memiliki keterbatasan juga memiliki hak yang sama.
REFERENSI
[1] Borg, James. 2009. Buku Pintar Membaca Bahasa Tubuh. Jogjakarta: DIVA Press.
[2] Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.
[3] Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:  Rosdakarya.
[4] Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
[5] Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
[6] Navarro, Joe & Marvins Karlins. 2012. Cara Mudah Membaca Bahasa Tubuh.  Jogjakarta: IMPERIUM.
[7]  Prasetyono, D.S. 2008. Serba Serbi Anak Autis. Jogjakarta: DIVA Press.
[8]  Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[9]  Setiawan, Toni & David. 2008. Bahasa Tubuh Supermudah. Jogjakarta: Imege Press.
[10] Soelaeman, M. Munandar. 1993. Ilmu Sosial Dasar; Teori dan Konsep Dasar Ilmu Sosial. Bandung: Eresco.
Sumber internet:
http://atom-studios.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar